Dalam dingin musim ini
Rembulan malu.
Diam dalam sekat-sekat awan
Mengintip cakrawala di balik ruang
Yang mengurungnya dalam kesendirian
Rembulan kaku.
Tulang-tulangnya membeku
Laksana dihujam beribu paku
Memvonis gerak dinamis para sum-sum
Menanti tetes pragmatis air zam-zam
Dalam dingin musim ini
Rembulan layu.
Kuncupnya redup membisu
Menutup celah kmbang membawa semai
Membungkus diri dalam syahtoh isolasi
Dan mentari tak lagi menikmati
Lembut kulit peradabannya,
Hangat sapa budayanya
Dalam dingin musim ini
Rembulan mati.
Tapi ruhnya masih menggenggam suri
Dan aku percaya…..
Alam akan jadi saksi
Sejarah melukis bukti
Egypt, The end of millenium 2000
Thursday, December 21, 2000
Tuesday, December 12, 2000
Yang terhormat Panglima durjana, Di Sangkar neraka
Atas nama kemanusiaan
Surat ini ditulis untuk panglima
Atas nama solidaritas
Surat ini saya persembahkan buat panglima
Atas nama nurani
Surat ini tak punya pamrih
Panglima…
Marilah sejenak kita merenung
Apakah manusia dicipta untuk dianiaya
Apakah manusia untuk dibelenggu haknya
Bukankah manusia mendambakan kedamaian dan keamanan
Menginginkan rasa aman dan ketenangan
Mengimpikan harmoni dan ketentraman?
Panglima…
Saya ajak anda sebentar untuk berpikir
Bijakkah kita mengambil hak orang lain
Relakah kita jika milik kita dirampas
Sudikah kita diusir dari rumah kita sendiri
Apakah anda tahu siapa orang serakah… !?
Tahukah anda dengan istilah penjajah…. !?
Panglima…
Lihatlah di sekitar anda
Mayat-mayat yang berjalan
Tangis bayi yang tak lagi nyaring
Darah-darah yang mengering
Bocah-bocah seketika menjadi tua
Gedung-gedung hancur
Dan hospital tak kuasa lagi menampung
Panglima…
Bagaimanakah sih kehidupan ideal?
Itukah ajakan nurani anda sebagai insan?
Panglima…
Cobalah berpikir jika anda adalah mereka
Jika yang dirampas adalah negri anda
Yang dibunuh adalah saudara-saudara anda
Yang dihancurkan adalah rumah anda
Yang melempar batu adalah anda
Yang tiarap di antara puing adalah anda
Yang menatap moncong senapan itu anda
Mereka adalah anda
Panglima…
Suara ini mungkin terlalu lemah
Untuk menghancurkan benteng ambisi anda
Mungkin surat ini terlalu lembut
Untuk kerasnya hati anda
Mungkin juga surat ini terlalu halus
Menghadapi duri kasar nurani anda
Tapi, surat ini adalah suara…
Yang bisa dimengerti manusia.!
Cairo, 2000
Surat ini ditulis untuk panglima
Atas nama solidaritas
Surat ini saya persembahkan buat panglima
Atas nama nurani
Surat ini tak punya pamrih
Panglima…
Marilah sejenak kita merenung
Apakah manusia dicipta untuk dianiaya
Apakah manusia untuk dibelenggu haknya
Bukankah manusia mendambakan kedamaian dan keamanan
Menginginkan rasa aman dan ketenangan
Mengimpikan harmoni dan ketentraman?
Panglima…
Saya ajak anda sebentar untuk berpikir
Bijakkah kita mengambil hak orang lain
Relakah kita jika milik kita dirampas
Sudikah kita diusir dari rumah kita sendiri
Apakah anda tahu siapa orang serakah… !?
Tahukah anda dengan istilah penjajah…. !?
Panglima…
Lihatlah di sekitar anda
Mayat-mayat yang berjalan
Tangis bayi yang tak lagi nyaring
Darah-darah yang mengering
Bocah-bocah seketika menjadi tua
Gedung-gedung hancur
Dan hospital tak kuasa lagi menampung
Panglima…
Bagaimanakah sih kehidupan ideal?
Itukah ajakan nurani anda sebagai insan?
Panglima…
Cobalah berpikir jika anda adalah mereka
Jika yang dirampas adalah negri anda
Yang dibunuh adalah saudara-saudara anda
Yang dihancurkan adalah rumah anda
Yang melempar batu adalah anda
Yang tiarap di antara puing adalah anda
Yang menatap moncong senapan itu anda
Mereka adalah anda
Panglima…
Suara ini mungkin terlalu lemah
Untuk menghancurkan benteng ambisi anda
Mungkin surat ini terlalu lembut
Untuk kerasnya hati anda
Mungkin juga surat ini terlalu halus
Menghadapi duri kasar nurani anda
Tapi, surat ini adalah suara…
Yang bisa dimengerti manusia.!
Cairo, 2000
Monday, November 20, 2000
Mengenal Diri
Ketika aku harus terbaring di sini
Di bawah lampu 40 watt kamarku
Merenungi waktu
Mengantarkanku dalam koma
Sejenak beristirahat dari riuh kehidupan
Ketika aku harus diam sendiri
Mendengarkan lagu klasik
Hiburan hati di balik terali
Sedang asa rebah tanpa daya
Ketika sadarku merasuki kalbu
Hamba yang tanpa daya
Menerima sejarah tertulis
Memerankan lakon duka
Lara…..dan..sengsara
Tapi,
Aku bersyukur, Tuhan
Dalam sakit ini
Aku dengar kembali langkah kehidupan
Mengerti urgensi gerak
Memahami esensi detak
Menyadari eksistensi detik
Mengetahui siapa diri
Dalam sakit, 20 Nov 2000
Di bawah lampu 40 watt kamarku
Merenungi waktu
Mengantarkanku dalam koma
Sejenak beristirahat dari riuh kehidupan
Ketika aku harus diam sendiri
Mendengarkan lagu klasik
Hiburan hati di balik terali
Sedang asa rebah tanpa daya
Ketika sadarku merasuki kalbu
Hamba yang tanpa daya
Menerima sejarah tertulis
Memerankan lakon duka
Lara…..dan..sengsara
Tapi,
Aku bersyukur, Tuhan
Dalam sakit ini
Aku dengar kembali langkah kehidupan
Mengerti urgensi gerak
Memahami esensi detak
Menyadari eksistensi detik
Mengetahui siapa diri
Dalam sakit, 20 Nov 2000
Wednesday, November 15, 2000
Beri Dia Jawaban
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa pagi ini sepi
Mobil-mobil masih di garasi
Orang-orang bersembunyi
Dan rumah-rumah dikunci?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa ia tak boleh keluar
Bermain bersama di halaman
Berlatih drama di sanggar
Dan mengaji Qur'an di langgar?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa sekolah tutup
Kantor-kantor libur
Dan para pegawai cuti?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa ada bunyi menggelegar
Padahal tak ada kilat menyambar
Kemudian bau mesiu menyebar?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa batu-batu dilempar
Pemuda-pemuda dihajar
gedung-gedung dibakar
Dan mayat-mayat terkapar?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa Ahmad, Hamid, Mahmud ditangkap
As'ad, Said, dan Mas'ud tidak kembali
Dan Husain ada dalam peti?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa ayahnya disiksa
Ibunya dianiaya
Dan ukhtinya diperkosa?
Bocah itu masih bertanya,
Apakah ini yang namanya perang?
Ataukah pertarungan yang tak seimbang?
Dan banyak nyawa melayang?
Bocah itu masih bertanya,
Dan tak ada jawabnya
Hingga peluru merobek dadanya!
Kata Mia, medio Oktober 2000
Mengapa pagi ini sepi
Mobil-mobil masih di garasi
Orang-orang bersembunyi
Dan rumah-rumah dikunci?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa ia tak boleh keluar
Bermain bersama di halaman
Berlatih drama di sanggar
Dan mengaji Qur'an di langgar?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa sekolah tutup
Kantor-kantor libur
Dan para pegawai cuti?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa ada bunyi menggelegar
Padahal tak ada kilat menyambar
Kemudian bau mesiu menyebar?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa batu-batu dilempar
Pemuda-pemuda dihajar
gedung-gedung dibakar
Dan mayat-mayat terkapar?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa Ahmad, Hamid, Mahmud ditangkap
As'ad, Said, dan Mas'ud tidak kembali
Dan Husain ada dalam peti?
Bocah itu masih bertanya,
Mengapa ayahnya disiksa
Ibunya dianiaya
Dan ukhtinya diperkosa?
Bocah itu masih bertanya,
Apakah ini yang namanya perang?
Ataukah pertarungan yang tak seimbang?
Dan banyak nyawa melayang?
Bocah itu masih bertanya,
Dan tak ada jawabnya
Hingga peluru merobek dadanya!
Kata Mia, medio Oktober 2000
Monday, November 13, 2000
Sepotong Roti (Doa Ratapan Anak Palestina)
Saat ini ya Allah....
Hamba ingin menangis di hadapanMu
Tapi air mata beku
Bersama luka-luka tentaraMu
Hamba ingin bercakap denganMu
Tapi kata-kata pergi,
Di antara caci maki
Yang terlontar pada musuh-musuhMu
Hamba ingin membaca surat-suratMu
Tapi mata ini kaku
Membidik nasib tanah suciMu
Hamba ingin menyebut namaMu
Tapi lisan ini kelu
Seakan tersumbat seribu batu
Hamba ingin merangkulMu
Tapi tangan ini sibuk mencari batu
Tuk membalas buah peluru
Saat ini ya Allah....
Hamba ingin sepotong roti,
Mereka beri kawat berduri
Hamba ingin seteguk air
Yang ada setumpuk darah cair
Hamba ingin berjabat tangan,
Mereka balas dengan senapan
Hamba ingin sebuah senyuman,
Yang ada hanya ejekan
Hamba inginkan kedamaian,
Mereka lemparkan tali permusuhan
Hamba ingin melihat taman keindahan,
Tapi yang tampak hanya ladang pembantaian
Hamba ingin siraman rahmat,
Bukan hujan granat!
Hamba ingin tempat sholat,
Bukan tumpukan mayat!
Hamba ingin manjalin kerabat,
Bukan gerombolan penjahat!
Saat ini ya Allah....
Hamba ingin hati terpadu
Merangkai harapan penuh ridloMu
Bersama raga membuka lembar baru
Hamba ingin tekad bersatu
Membangun tembok-tembok batu
Tegar, menghadang langkah-langkah serdadu
Saat ini ya Allah.....
Hamba ingin Ibrahim kembali
Membawa manusia-manusia samawi
Menata lagi Al-Quds yang suci
Hamba ingin Sholahuddin tidak pergi
Tinggal bersama di sini
Membangun kepercayaan diri
Hamba ingin.....ya Allah!
(Ana uridu, Anta turidu lakinna Allaha fa'alun limaa yuridu)
Cairo, 13 oktober 2000
Hamba ingin menangis di hadapanMu
Tapi air mata beku
Bersama luka-luka tentaraMu
Hamba ingin bercakap denganMu
Tapi kata-kata pergi,
Di antara caci maki
Yang terlontar pada musuh-musuhMu
Hamba ingin membaca surat-suratMu
Tapi mata ini kaku
Membidik nasib tanah suciMu
Hamba ingin menyebut namaMu
Tapi lisan ini kelu
Seakan tersumbat seribu batu
Hamba ingin merangkulMu
Tapi tangan ini sibuk mencari batu
Tuk membalas buah peluru
Saat ini ya Allah....
Hamba ingin sepotong roti,
Mereka beri kawat berduri
Hamba ingin seteguk air
Yang ada setumpuk darah cair
Hamba ingin berjabat tangan,
Mereka balas dengan senapan
Hamba ingin sebuah senyuman,
Yang ada hanya ejekan
Hamba inginkan kedamaian,
Mereka lemparkan tali permusuhan
Hamba ingin melihat taman keindahan,
Tapi yang tampak hanya ladang pembantaian
Hamba ingin siraman rahmat,
Bukan hujan granat!
Hamba ingin tempat sholat,
Bukan tumpukan mayat!
Hamba ingin manjalin kerabat,
Bukan gerombolan penjahat!
Saat ini ya Allah....
Hamba ingin hati terpadu
Merangkai harapan penuh ridloMu
Bersama raga membuka lembar baru
Hamba ingin tekad bersatu
Membangun tembok-tembok batu
Tegar, menghadang langkah-langkah serdadu
Saat ini ya Allah.....
Hamba ingin Ibrahim kembali
Membawa manusia-manusia samawi
Menata lagi Al-Quds yang suci
Hamba ingin Sholahuddin tidak pergi
Tinggal bersama di sini
Membangun kepercayaan diri
Hamba ingin.....ya Allah!
(Ana uridu, Anta turidu lakinna Allaha fa'alun limaa yuridu)
Cairo, 13 oktober 2000
Wednesday, November 8, 2000
KRITIK ISA
Manusia-manusia ego menjadi raja,
Raja nafsu
Ajaran-ajaran Haikal menjadi belenggu
Mengelang gerak peradaban
Menghimpit suara kebenaran
Menghapus lukiisan-lukisan tuhan
Aku, sang nabi
Datang membawa setumpuk kepastian
Merangkul kaum-kaum batu
Mengajarkan mereka arti kejujuran
Menata keyakinan tentang Tuhan
Aku, sang Rasul
Muncul dengan setumpuk ajaran
Menyinari nurani kegelapan
Menyusuri nalar kemunafikan
Mengajari mereka bermain logika
Menemani mereka, mengfungsikan kepala!
Tidakkah cukup masa tiga tahun?
Masikkah serakah zaman menerima wejangan?
Tidakkah terketuk hati mereka,
Ketika aku bicara…
Padahal aku adalah bayi tanpa daya?
Tidakkah kamu berpikir ketika aku hidupkan mayat-mayat?
Tidakkah engkau melihat ketika aku sembuhkan orang-orang buta?
Masihkah kurang tanda-tanda!?
Aku, si anak Tuhan
Aku, si penebus dosa
Aku, yang tersalib
Menebus kesalahan-kesalahan zaman
Biarkan aku bertanya…
Mengapa engkau salib tubuhku,
Lalu engkau sembah?
Mengapa engkau timpakan padaku,
Dosa-dosa kehidupan?
Mengapa engkau hinakan aku,
Lalu engkau tuhankan?
Mengapa…….??
Jawablah! Karena engkau masih punya akal!!
Katameya, 0811200
Raja nafsu
Ajaran-ajaran Haikal menjadi belenggu
Mengelang gerak peradaban
Menghimpit suara kebenaran
Menghapus lukiisan-lukisan tuhan
Aku, sang nabi
Datang membawa setumpuk kepastian
Merangkul kaum-kaum batu
Mengajarkan mereka arti kejujuran
Menata keyakinan tentang Tuhan
Aku, sang Rasul
Muncul dengan setumpuk ajaran
Menyinari nurani kegelapan
Menyusuri nalar kemunafikan
Mengajari mereka bermain logika
Menemani mereka, mengfungsikan kepala!
Tidakkah cukup masa tiga tahun?
Masikkah serakah zaman menerima wejangan?
Tidakkah terketuk hati mereka,
Ketika aku bicara…
Padahal aku adalah bayi tanpa daya?
Tidakkah kamu berpikir ketika aku hidupkan mayat-mayat?
Tidakkah engkau melihat ketika aku sembuhkan orang-orang buta?
Masihkah kurang tanda-tanda!?
Aku, si anak Tuhan
Aku, si penebus dosa
Aku, yang tersalib
Menebus kesalahan-kesalahan zaman
Biarkan aku bertanya…
Mengapa engkau salib tubuhku,
Lalu engkau sembah?
Mengapa engkau timpakan padaku,
Dosa-dosa kehidupan?
Mengapa engkau hinakan aku,
Lalu engkau tuhankan?
Mengapa…….??
Jawablah! Karena engkau masih punya akal!!
Katameya, 0811200
Sunday, October 15, 2000
KE MANA MALAM MEMBAWA MIMPI?
Malam membeku dalam endapan kalbu
Manusia langit menangis sendu
Hati mejerit sesali raga
Terlempar dalam jurang nista
Akal merangkai serpihan-serpihan dalil
Merengkuh serat-serat takdir
Nafsu berlari menyongsong pagi
Abaikan api di esok hari
"Berhati-hatilah!" kata hati
Fatamorgana tidaklah nyata
Yang nyata bukan fatamorgana
Dunia tidaklah abadi
Yang abadi bukan dunia
Penyesalan hanya menanti……!
"Berpikirlah!" kata akal
Segalanya punya karma
Karma milik semua
Manusia membuat karya
Karya yang membawa manusia
Perhitungan tinggal sehari……!
"Sudahlah!" kata nafsu
Hidup adalah kesenangan
Kesenangan yang membuat kita hidup
Raga mencari kepuasan
Kepuasan mencuri raga
Pengabdian hanya sekali……!
Lalu, kemanakah malam membawa mimpi…??
Katameaa, 15102000
Manusia langit menangis sendu
Hati mejerit sesali raga
Terlempar dalam jurang nista
Akal merangkai serpihan-serpihan dalil
Merengkuh serat-serat takdir
Nafsu berlari menyongsong pagi
Abaikan api di esok hari
"Berhati-hatilah!" kata hati
Fatamorgana tidaklah nyata
Yang nyata bukan fatamorgana
Dunia tidaklah abadi
Yang abadi bukan dunia
Penyesalan hanya menanti……!
"Berpikirlah!" kata akal
Segalanya punya karma
Karma milik semua
Manusia membuat karya
Karya yang membawa manusia
Perhitungan tinggal sehari……!
"Sudahlah!" kata nafsu
Hidup adalah kesenangan
Kesenangan yang membuat kita hidup
Raga mencari kepuasan
Kepuasan mencuri raga
Pengabdian hanya sekali……!
Lalu, kemanakah malam membawa mimpi…??
Katameaa, 15102000
Tuesday, October 10, 2000
Awal Ramadhanku di Kairo
Merambah belantara kelam malam Kairoku
Rembulan mengintip melukis tanggal satu
Tersenyum menebar cahaya, temani para insan
Larut dalam gerak suka sambut Ramadhan
Mata-mata menatap pucuk-pucuk menara
Menembus gelap ruang suara
Memanggil beberapa nama
Dan manusia penuhi panggilanNya
Jari-jari menghitung hari
Berlari mengejar malam-malam suci
Berhenti saat terbentur dinding ambisi
Semangat merapat menembus benteng laknat
Awal Ramadhanku...
Dalam peluk panorama Kairo
Menari iringi irama sungai Nil
Berlari meniti tebing piramid
Bersembunyi dalam kelam bilik mumi
Kemudian muncul menembus bumi
Awal Ramadhan di Kairoku...
Bukan akhir niat suciku
bukan finish semangatku!
Kaki Ramadhan, 1421
Rembulan mengintip melukis tanggal satu
Tersenyum menebar cahaya, temani para insan
Larut dalam gerak suka sambut Ramadhan
Mata-mata menatap pucuk-pucuk menara
Menembus gelap ruang suara
Memanggil beberapa nama
Dan manusia penuhi panggilanNya
Jari-jari menghitung hari
Berlari mengejar malam-malam suci
Berhenti saat terbentur dinding ambisi
Semangat merapat menembus benteng laknat
Awal Ramadhanku...
Dalam peluk panorama Kairo
Menari iringi irama sungai Nil
Berlari meniti tebing piramid
Bersembunyi dalam kelam bilik mumi
Kemudian muncul menembus bumi
Awal Ramadhan di Kairoku...
Bukan akhir niat suciku
bukan finish semangatku!
Kaki Ramadhan, 1421
Tuesday, April 11, 2000
Menjempumu Dalam Buka
Redup cahaya mega yang memerah
Menghias alam dalam suasana syahdu,
Se-syahdu jiwa-jiwa mereka
Angin yang berhenti berlari
Melangkah mengiringi laju sang waktu
Membawa kesejukan dalam rongga kalbu
Mengalahkan dinginnya titik-titik salju
Aku terpaku dalam diam
Menunggu waktu yang terlambat datang
Entah apa yangmenjadi penghakang
Dan akau terpana dalam tanya,
Mengapa begitu lama terasa
Padahal hati sudah terbius rasa?
Ilahi
Bukan nafsu yang menjerat raga
Bukan hawa yang menarik jiwa
Tapi rindu hamba yang menggebu
MenjemputMU dalam batas waktu
Cairo, 03 Ramadhan 2000
Menghias alam dalam suasana syahdu,
Se-syahdu jiwa-jiwa mereka
Angin yang berhenti berlari
Melangkah mengiringi laju sang waktu
Membawa kesejukan dalam rongga kalbu
Mengalahkan dinginnya titik-titik salju
Aku terpaku dalam diam
Menunggu waktu yang terlambat datang
Entah apa yangmenjadi penghakang
Dan akau terpana dalam tanya,
Mengapa begitu lama terasa
Padahal hati sudah terbius rasa?
Ilahi
Bukan nafsu yang menjerat raga
Bukan hawa yang menarik jiwa
Tapi rindu hamba yang menggebu
MenjemputMU dalam batas waktu
Cairo, 03 Ramadhan 2000
Wednesday, February 2, 2000
Optimisme Anak Kolong
Ruang pengab tak bersahabat
Semut menatap panci berkarat
Angin berhembus membawa aroma sisa
Suara roda menjadi alunan nada
Itu bukan rumah!
Itu bukan tempat tinggal!
Memang,
Siapa bilang itu villa..
Siapa yang berkata itu istana...
Tapi jangan engkau hina!
Jangan memandang sebelah mata!
Karena ada budak Yusuf di balik jendela
Yang memilih penjara untuk jadi raja.
Ada gembala Muhammad menatap masa
Mengintip zaman melihat dunia
"Kami bisa meraih asa..
Kami boleh membuka karya.."
Anak itu berkata.
Katameya, 2000
Semut menatap panci berkarat
Angin berhembus membawa aroma sisa
Suara roda menjadi alunan nada
Itu bukan rumah!
Itu bukan tempat tinggal!
Memang,
Siapa bilang itu villa..
Siapa yang berkata itu istana...
Tapi jangan engkau hina!
Jangan memandang sebelah mata!
Karena ada budak Yusuf di balik jendela
Yang memilih penjara untuk jadi raja.
Ada gembala Muhammad menatap masa
Mengintip zaman melihat dunia
"Kami bisa meraih asa..
Kami boleh membuka karya.."
Anak itu berkata.
Katameya, 2000
Wednesday, January 12, 2000
Biarkan!
:untuk arogansi Israil
Biarkan!
Biarkan serigala-serigala itu memangsa
Biarkan taringnya menganga
Memamerkan kepongahan rimba
Memangsa hamba-hamba tak berdosa
Biarkan!
Biarkan serigala-serigala itu menodai negeri
Menyebar bercak-bercak merah
Menabur butiran-butiran timah
Menebar aroma amis darah
Biarkan!
Biarkan serigala-serigala itu bergembira
Menikmati buah kesombongan
Mencicipi nikmat laknat keangkuhan
Berpesta dalam menang kefanaan
Biarka!
Biarkan mereka menggali kubur sendiri
Menata kafan pribadi
Memahat keranda privasi
Mengantar diri pada mati abadi
Biarkan!
Biarakan Tuhan yang mengadili....!
in the Midle of Ramadhan, 01 Des 2000
Biarkan!
Biarkan serigala-serigala itu memangsa
Biarkan taringnya menganga
Memamerkan kepongahan rimba
Memangsa hamba-hamba tak berdosa
Biarkan!
Biarkan serigala-serigala itu menodai negeri
Menyebar bercak-bercak merah
Menabur butiran-butiran timah
Menebar aroma amis darah
Biarkan!
Biarkan serigala-serigala itu bergembira
Menikmati buah kesombongan
Mencicipi nikmat laknat keangkuhan
Berpesta dalam menang kefanaan
Biarka!
Biarkan mereka menggali kubur sendiri
Menata kafan pribadi
Memahat keranda privasi
Mengantar diri pada mati abadi
Biarkan!
Biarakan Tuhan yang mengadili....!
in the Midle of Ramadhan, 01 Des 2000
Saturday, January 1, 2000
Puisi Mayat
Engkau bawa aku dalam duka
Berjalan pelan bersendu muka
Melihat bumi
Menetes air mata
Engkau bawa aku berbekal cita, sendiri
Menunggu sang penguasa
Mengulang retorika dunia
Padahal semua sudah terencana
Engkau pulang dalam suka
Melepas tugas, menjemput fana
Aku bangun
Mencari apa?
Segalanya tergantung pada dunia!
Cairo:Semrawut, 2000
Berjalan pelan bersendu muka
Melihat bumi
Menetes air mata
Engkau bawa aku berbekal cita, sendiri
Menunggu sang penguasa
Mengulang retorika dunia
Padahal semua sudah terencana
Engkau pulang dalam suka
Melepas tugas, menjemput fana
Aku bangun
Mencari apa?
Segalanya tergantung pada dunia!
Cairo:Semrawut, 2000
Subscribe to:
Posts (Atom)