Ya Allah.....
Ampuni hambaMU yang tak berdaya ini
Yang selalu turuti hawa nafsu
Ada sedikit pengetahuan tertanam, memang
Tapi segunung ajakan kiri selalu menghantu
Ya Allah...
Hamba ingin jadi hambaMu sejati
Tapi mengapa.....?
Mengapa ruh kekuatan belum juga tiba
Mengapa diri ini masih yang dulu
Yang tak berkembang.......yang tak beranjak
Yang tak melaju menjemput masa depan
Mengapa diri ini masih berdiam diri
Takluk dalam genggam birahi...?
Ya Allah......
Sirami kepadanya cahaya kekuatanMU
Untuk mengusir bisikan-bisikan palsu
Menepis pikiran-pikiran tanpa etika
Biarkan ia menjadi lebih baik
Biarkan ia berbenah diri
Berikan padanya kesadaran, sebenar-benarnya kesadaran
Ya Allah....
Hanya ridhoMu yang abadi
Abadi dan sejati
Ya Allah
Saksikan dan dukunglah
Niat hamba yang tak berdaya ini
untuk berubah dan memperbaiki diri
Hamba memang sering ingkar janji
Maka hamba minta
MaafMu terbuka tiap waktu
Cairo, Ramadhan 121421
Friday, December 14, 2001
Monday, November 19, 2001
Sebuah Puisi Dari Pengungsi
Dalam perjalanan itu
Aku bertanya pada ibu
"Bunda. Mengapa engkau bawa aku
dalam perjalanan ini
Menyusuri padang pasir
Mendaki bukit, menuruni lembah
Menjauh dari keramaian kota
Tinggalkan taman rumah
Yang kau bilang tak ramah lagi"
Ibu menyeretku tanpa jawab
Terlalu sibuk ia dengan bawaan
Terlalu banyak ia membawa beban
Beban hati… beban raga… beban jiwa…
Ibu menarikku tanpa kata
Tapi genggam jemarinya kepadaku berkata
"Nanda. Kau lihat rombongan yang bersama kita
Pilihan tak lagi mereka punya
Hanya sedikit harapan tersisa
Semoga esok masih ada dunia
Kau lihat kampung kita bercahaya
Bukan cahaya lampu, tapi pijar peluru
Bukan gemerlap pesta,
Tapi dentum meriam dan raungan pesawat!
Nanda, sakit rasanya berpisah
Lebih sakit hidup tanpa arah
Menyapa dunia ke mana angin membawa
Menggantung asa di mana nurani masih bicara"
Tangan ibu makin erat menggenggam
Ada semangat menyala
Hidup… redup… hidup… dan redup kembali
Ada kekuatan membaja
Ada hasrat membara
Ada kecewa dan sesal tak berujung pula
"kecewa!" Teriak bunda. Tangan itu menjelma taring-taring tajam
Mencengkram kuat. Sekuat hentakan rudal merobek kampungku, dan pergelanganku berdarah.
Tidak!
Darah itu tidak mengalir
Darah itu membeku
Diam di celah pori-pori tubuhku
Dan tak setetes pun mencair
"Malu!" Kudengar suara darah.
"Untuk apa aku harus mengalir jika hanya akan menambah luka?
Untuk apa aku mencair jika hanya memperparah luka?
Untuk apa aku harus mengucur jika hanya memperkeruh suasana?"
Aku terus berjalan
Bersama ibu, teman dan saudara
Aku terus tertatih
Bersama kuda, keledai dan unta
Aku masih merangkak
Bersama hasrat, harapan dan asa
Aku kini tergeletak
Bersama mimpi buruk yang terus menyertai
Hi-Seven, 19 Oktober 2001
Aku bertanya pada ibu
"Bunda. Mengapa engkau bawa aku
dalam perjalanan ini
Menyusuri padang pasir
Mendaki bukit, menuruni lembah
Menjauh dari keramaian kota
Tinggalkan taman rumah
Yang kau bilang tak ramah lagi"
Ibu menyeretku tanpa jawab
Terlalu sibuk ia dengan bawaan
Terlalu banyak ia membawa beban
Beban hati… beban raga… beban jiwa…
Ibu menarikku tanpa kata
Tapi genggam jemarinya kepadaku berkata
"Nanda. Kau lihat rombongan yang bersama kita
Pilihan tak lagi mereka punya
Hanya sedikit harapan tersisa
Semoga esok masih ada dunia
Kau lihat kampung kita bercahaya
Bukan cahaya lampu, tapi pijar peluru
Bukan gemerlap pesta,
Tapi dentum meriam dan raungan pesawat!
Nanda, sakit rasanya berpisah
Lebih sakit hidup tanpa arah
Menyapa dunia ke mana angin membawa
Menggantung asa di mana nurani masih bicara"
Tangan ibu makin erat menggenggam
Ada semangat menyala
Hidup… redup… hidup… dan redup kembali
Ada kekuatan membaja
Ada hasrat membara
Ada kecewa dan sesal tak berujung pula
"kecewa!" Teriak bunda. Tangan itu menjelma taring-taring tajam
Mencengkram kuat. Sekuat hentakan rudal merobek kampungku, dan pergelanganku berdarah.
Tidak!
Darah itu tidak mengalir
Darah itu membeku
Diam di celah pori-pori tubuhku
Dan tak setetes pun mencair
"Malu!" Kudengar suara darah.
"Untuk apa aku harus mengalir jika hanya akan menambah luka?
Untuk apa aku mencair jika hanya memperparah luka?
Untuk apa aku harus mengucur jika hanya memperkeruh suasana?"
Aku terus berjalan
Bersama ibu, teman dan saudara
Aku terus tertatih
Bersama kuda, keledai dan unta
Aku masih merangkak
Bersama hasrat, harapan dan asa
Aku kini tergeletak
Bersama mimpi buruk yang terus menyertai
Hi-Seven, 19 Oktober 2001
Saturday, September 8, 2001
Meneropong Bulan
Gelapnya malam
Terkikis sinar rembulan yang muncul
Melukis angkasa, wajahnya tercerahkan
Kulihat ia di antara bintang-bintang
Gelombang awan mendekat
Malu-malu ia
Tapi gurat sinarnya tak pudar
Walau bayang-bayang awan menutupi cahayanya
Mengitari aroma anggun tatapannya
Aku hanya bisa tersenyum
Sejenak berfikir,
Betapa rembulan jadi idola
Senyum yang kemarin, kuganti
Kupasang lukisan kacamata dalam ruang hati
Kupinjam teropong pada pengembara
Dan kutatap ia lebih dekat
Dekat...dan dekat...
Agar sejuk sinarnya
Hangatkan sanubari
Cairo, 08 September 2001
Terkikis sinar rembulan yang muncul
Melukis angkasa, wajahnya tercerahkan
Kulihat ia di antara bintang-bintang
Gelombang awan mendekat
Malu-malu ia
Tapi gurat sinarnya tak pudar
Walau bayang-bayang awan menutupi cahayanya
Mengitari aroma anggun tatapannya
Aku hanya bisa tersenyum
Sejenak berfikir,
Betapa rembulan jadi idola
Senyum yang kemarin, kuganti
Kupasang lukisan kacamata dalam ruang hati
Kupinjam teropong pada pengembara
Dan kutatap ia lebih dekat
Dekat...dan dekat...
Agar sejuk sinarnya
Hangatkan sanubari
Cairo, 08 September 2001
Friday, August 17, 2001
Harapan Dalam Harapan
Lima puluh melati layu di taman
Seratus yang kau tanam tinggal setengah
Gugur aroma harumnya mengejutkan dunia
beragam tanya merasuk di dada:
Apakah matahari panasnya terlalu membara?
Tak sediit kumbang yang terbang, jatuh
Diterpa badai gurun, sayapnya terlalu rapuh
Di pucuk-pucuk menara mereka tak mampu singgah
gemuruh ombak dan petirpun bersatu padu
Hadirkan alunan musik duka
Setetes air jatuh menimpa bumi
Dan seribu asa tumbuh menjulang di angkasa
bergerak meninggi, menusuk lapisan-lapisan langit
menyebar...mencari keampuahan doa-doa lama
Tujuh pintu langit terbuka
Berjuta pasukan tuhan menuju bumi
Menangkap asa-asa manusia
Membawanya ke hadapan yang kuasa
Yakinlah...
Harapan selalu ada dalam harapan
Cairo: 17.08.2001.
Seratus yang kau tanam tinggal setengah
Gugur aroma harumnya mengejutkan dunia
beragam tanya merasuk di dada:
Apakah matahari panasnya terlalu membara?
Tak sediit kumbang yang terbang, jatuh
Diterpa badai gurun, sayapnya terlalu rapuh
Di pucuk-pucuk menara mereka tak mampu singgah
gemuruh ombak dan petirpun bersatu padu
Hadirkan alunan musik duka
Setetes air jatuh menimpa bumi
Dan seribu asa tumbuh menjulang di angkasa
bergerak meninggi, menusuk lapisan-lapisan langit
menyebar...mencari keampuahan doa-doa lama
Tujuh pintu langit terbuka
Berjuta pasukan tuhan menuju bumi
Menangkap asa-asa manusia
Membawanya ke hadapan yang kuasa
Yakinlah...
Harapan selalu ada dalam harapan
Cairo: 17.08.2001.
Thursday, August 9, 2001
Doa Ramadhan
Ya Allah….
Dalam dekapan Ramadhan suci ini
Berilah hambamu ii kesadaran
Betapa bulan ini adalah gudang
Yang menyimpan stok rahmat
Dalam sepuluh ruang tamunya
Berikan pada hamba
Makna luas ruang maghfirahMu
Yang tersembunyi dalam sepuluh ruang keluarnya
Tancapka keyakinan pada diri hamba tentang janjiMu
Yang terlukis dalam sepuluh ruang tidur bulanMu
Menggambar kebebasan dari api abadiMu
Ya Allah…
Hamba ingin menjadi penebar ayat-ayatmu
Merangkul tiang-tiang rumahMu
MerayuMu tiap malam
MengingatMu dalam dua puluh gerak istirahatku
MenjengukMu dalam detik-detik sahurku
Menemani mata hati mengelilingi hari-hariMU
Ya Allah…
Hamba bersimpuh dalan belai kuasaMu
Mengakui kelemahan dan kesalahan nafsi
Membeberkan aib sendiri
Membuka rahasia pribadi
KepadaMu!
Mengorek dosa-dosa satu persatu
Berharap siraman deras ampunanMu
Ya Allah…
Bersama laju bulah penuh rahmah ini
Hamba lontarkan ide-ide hamba
Menjelaskan planning
Mendiskusikan visi masa depan
Mengadukan keinginan
Menumpuk harapan-harapan
Dan meletakkannya di atas tanganMu
Ya Allah…
Sedikit sekali yang ku minta
Dalam luas kuasaMu yang terbuka
Ramadhan, Kairo 2001
Dalam dekapan Ramadhan suci ini
Berilah hambamu ii kesadaran
Betapa bulan ini adalah gudang
Yang menyimpan stok rahmat
Dalam sepuluh ruang tamunya
Berikan pada hamba
Makna luas ruang maghfirahMu
Yang tersembunyi dalam sepuluh ruang keluarnya
Tancapka keyakinan pada diri hamba tentang janjiMu
Yang terlukis dalam sepuluh ruang tidur bulanMu
Menggambar kebebasan dari api abadiMu
Ya Allah…
Hamba ingin menjadi penebar ayat-ayatmu
Merangkul tiang-tiang rumahMu
MerayuMu tiap malam
MengingatMu dalam dua puluh gerak istirahatku
MenjengukMu dalam detik-detik sahurku
Menemani mata hati mengelilingi hari-hariMU
Ya Allah…
Hamba bersimpuh dalan belai kuasaMu
Mengakui kelemahan dan kesalahan nafsi
Membeberkan aib sendiri
Membuka rahasia pribadi
KepadaMu!
Mengorek dosa-dosa satu persatu
Berharap siraman deras ampunanMu
Ya Allah…
Bersama laju bulah penuh rahmah ini
Hamba lontarkan ide-ide hamba
Menjelaskan planning
Mendiskusikan visi masa depan
Mengadukan keinginan
Menumpuk harapan-harapan
Dan meletakkannya di atas tanganMu
Ya Allah…
Sedikit sekali yang ku minta
Dalam luas kuasaMu yang terbuka
Ramadhan, Kairo 2001
Wednesday, July 4, 2001
Mencuri Sorga
Hikayat ini bermula
Ketika seorang hamba lama tengelam
Dalam keruhnya air tuba
Dengan mata terbuka
Berharap ada permata mengalir bersamanya
Naif…ironis….
Dalam sadar ia berkata:
"Akulah muslim
aku beriman pada tuhan
yang mengatur gerak langit bumi"
Dalam sadar!
Langit menyeringai dan bumi mencibir!
Dalam sadar pula ia berkata:
"kesenangan adalah kehidupan
aku percaya pada dunia
aku meyakini kebebasan nafsu
akulah sang raja"
Dalam sadar!
Dunia terbahak dan nafsu terpingkal
Hikayat ini berlanjut
ketika sang hamba menutup mata
dan membuka kembali di lain dunia
ia terkejut
kenapa mesti ada kesenangan lagi,
serta kesengsaraan menanti?
sang hamba melamun
"haruskah sengsara yang menyapa?"
Dalam sadar!
Sang hamba nekat
melompat secepat kilat
merebut kabar kesenangan
mencuri sorga
berlari dan berlari
dan berakhir di lorong neraka
Tanpa sadar…
Sorgapun menghilang….
Cairo, Masa'an, 04 Juli 2001
Ketika seorang hamba lama tengelam
Dalam keruhnya air tuba
Dengan mata terbuka
Berharap ada permata mengalir bersamanya
Naif…ironis….
Dalam sadar ia berkata:
"Akulah muslim
aku beriman pada tuhan
yang mengatur gerak langit bumi"
Dalam sadar!
Langit menyeringai dan bumi mencibir!
Dalam sadar pula ia berkata:
"kesenangan adalah kehidupan
aku percaya pada dunia
aku meyakini kebebasan nafsu
akulah sang raja"
Dalam sadar!
Dunia terbahak dan nafsu terpingkal
Hikayat ini berlanjut
ketika sang hamba menutup mata
dan membuka kembali di lain dunia
ia terkejut
kenapa mesti ada kesenangan lagi,
serta kesengsaraan menanti?
sang hamba melamun
"haruskah sengsara yang menyapa?"
Dalam sadar!
Sang hamba nekat
melompat secepat kilat
merebut kabar kesenangan
mencuri sorga
berlari dan berlari
dan berakhir di lorong neraka
Tanpa sadar…
Sorgapun menghilang….
Cairo, Masa'an, 04 Juli 2001
Tuesday, July 3, 2001
Merayu Tuhan Di Persimpangan Jalan
Tuhan...
Mungkin terlalu buruk rupaku
Untuk menatap anggu wajahMu
Mungkin terlalu jelek suaraku
Untuk melontar kata di hadapanMu
Hanya bisikan nurani dan keinginan suci hati
Yang membawaku ke ruang-ujungMu
Rebahkan jasad kotorku di altar kuasaMu
Tuhan....
Aku memang bukan yang terbaik
Bahkan bukan orang baik-baik
Aku bukanlah cahaya putih
Bahkan mungkin tak pernah putih
Tapi,bukankah karena itu Kau manusia-kan aku?
Aku tak ingin menjadi hitam
Aku tak suka tubuhku berwarna kelam
Aku tak ingin ternoda lagi, Tuhan...
Tuhan....
Kubaca dalam lembar-lembar langit
Engkau katanya penuh kasih dan penuh sayang
WajahMu menyemai sinar kedamaian
TanganMu membentang menabur cinta, kekayaanMu
Tuhan...
Ku baca juga dalam sabda-sabdaMu
Engkau bangun istana untuk gembala-gembalaMu
Dan Penjara buat mreka yang menetangMu
Lalu, di manakah Engkau akan tempatkan aku?
Tuhan...
Aku memang bukan gembala setiaMu
Tapi aku tak suka masuk penjaraMu
Kalau boleh aku minta:
Garasi dariMu!
atas kejahatan-kejahatanku
RidlaMu!
untuk usaha-usahaku (jika ada)
Tuhan....
Diriku kini di persimpangan jalan
Berpikir ke mana harus melangkah
Lurus, kiri atau kanan....
Tuhan...
Tunjukkan jalan terang untukku
03.Juli.2001. Mahatthah Nasr. Cairo
Mungkin terlalu buruk rupaku
Untuk menatap anggu wajahMu
Mungkin terlalu jelek suaraku
Untuk melontar kata di hadapanMu
Hanya bisikan nurani dan keinginan suci hati
Yang membawaku ke ruang-ujungMu
Rebahkan jasad kotorku di altar kuasaMu
Tuhan....
Aku memang bukan yang terbaik
Bahkan bukan orang baik-baik
Aku bukanlah cahaya putih
Bahkan mungkin tak pernah putih
Tapi,bukankah karena itu Kau manusia-kan aku?
Aku tak ingin menjadi hitam
Aku tak suka tubuhku berwarna kelam
Aku tak ingin ternoda lagi, Tuhan...
Tuhan....
Kubaca dalam lembar-lembar langit
Engkau katanya penuh kasih dan penuh sayang
WajahMu menyemai sinar kedamaian
TanganMu membentang menabur cinta, kekayaanMu
Tuhan...
Ku baca juga dalam sabda-sabdaMu
Engkau bangun istana untuk gembala-gembalaMu
Dan Penjara buat mreka yang menetangMu
Lalu, di manakah Engkau akan tempatkan aku?
Tuhan...
Aku memang bukan gembala setiaMu
Tapi aku tak suka masuk penjaraMu
Kalau boleh aku minta:
Garasi dariMu!
atas kejahatan-kejahatanku
RidlaMu!
untuk usaha-usahaku (jika ada)
Tuhan....
Diriku kini di persimpangan jalan
Berpikir ke mana harus melangkah
Lurus, kiri atau kanan....
Tuhan...
Tunjukkan jalan terang untukku
03.Juli.2001. Mahatthah Nasr. Cairo
Wednesday, May 30, 2001
Tetes Gelap Isi Hati
Sebercak darah tececer
Melukis dinding kamar
Warna merahnya menodai
Putih tembok kediaman pribadi
Siapa yang berani bermain api…
Bukankah langit selalu mencurah hujan
Gurun selalu menabur debu
Samudra selalu menyiram bumi??
Ku cari simpul dalam keraguan
Meraba tanya kesana kemari
Dan aku tahu….
Ia adalah tetes gelap isi hati
Cairo, 30 Mei 2001
Melukis dinding kamar
Warna merahnya menodai
Putih tembok kediaman pribadi
Siapa yang berani bermain api…
Bukankah langit selalu mencurah hujan
Gurun selalu menabur debu
Samudra selalu menyiram bumi??
Ku cari simpul dalam keraguan
Meraba tanya kesana kemari
Dan aku tahu….
Ia adalah tetes gelap isi hati
Cairo, 30 Mei 2001
Tuesday, May 29, 2001
Bercinta Dalam Angan
Bersama alunan musik dansa
Ku rangkul kamu dalam pelukan
Menari iringi gerak hati
Terbawa hasrat mengembara
Dan kita sama-sama terlena
Dalam temaram lampu disco
Kau lingkarkan tangan di pundakku
Meredup sinar matamu
Terkatup pelan penuh makna
Dan aku terlelap dalam pesona
Engkau tersenyum padaku
Aku tertawa
Ku belai rambutmu dengan kata-kata
Engkau terpekik suka
Ku bawa engkau terbang
Bersama angin
Membus cakrawala biru
Ku bawa engkau menyelami samudra
Bersama ombak
Menembus karang batu
Ku bawa dirku dalam mimpi-mimpi
Mencumbumu dalam khayal
Bercinta denganmu dalam angan
Ujung Mei 2001
Ku rangkul kamu dalam pelukan
Menari iringi gerak hati
Terbawa hasrat mengembara
Dan kita sama-sama terlena
Dalam temaram lampu disco
Kau lingkarkan tangan di pundakku
Meredup sinar matamu
Terkatup pelan penuh makna
Dan aku terlelap dalam pesona
Engkau tersenyum padaku
Aku tertawa
Ku belai rambutmu dengan kata-kata
Engkau terpekik suka
Ku bawa engkau terbang
Bersama angin
Membus cakrawala biru
Ku bawa engkau menyelami samudra
Bersama ombak
Menembus karang batu
Ku bawa dirku dalam mimpi-mimpi
Mencumbumu dalam khayal
Bercinta denganmu dalam angan
Ujung Mei 2001
Monday, May 21, 2001
Engkau Adalah Tuhan
Engkau adalah langit
Dimana bintang bergantung
Menjadikanmu layar bentang lukisan angkasa
Dimana pelangi terdampar
Sandarkan tubuh indahnya dalam teduhmu
Dimana hujan bersembunyi
Mengintip bumi ke mana rintik berlari
Engkau adalah samudra
Ketika ombak menari di lekuk wajahmu
Memaksa selat merajut terali
Ketika perahu-perahu berlayar
Jelajah lautan jiwa terbukamu
Ketika ikan tak pernah pergi
Dan karang semakin kokoh berdiri
Engkau adalah bumi
Yang membuka diri
Ketika gunung menabur lahar ambisi
Yang menggenggam erat akar
Ketika buah berubah warna
Engkau adalah cakrawala
Angkasa
Angin
Air
Udara
Uap
Tanah
Batu
Engkau adalah tuhan
Mereka yang tak meraih cintaNya
Ghurvaa 21/05/2001
Dimana bintang bergantung
Menjadikanmu layar bentang lukisan angkasa
Dimana pelangi terdampar
Sandarkan tubuh indahnya dalam teduhmu
Dimana hujan bersembunyi
Mengintip bumi ke mana rintik berlari
Engkau adalah samudra
Ketika ombak menari di lekuk wajahmu
Memaksa selat merajut terali
Ketika perahu-perahu berlayar
Jelajah lautan jiwa terbukamu
Ketika ikan tak pernah pergi
Dan karang semakin kokoh berdiri
Engkau adalah bumi
Yang membuka diri
Ketika gunung menabur lahar ambisi
Yang menggenggam erat akar
Ketika buah berubah warna
Engkau adalah cakrawala
Angkasa
Angin
Air
Udara
Uap
Tanah
Batu
Engkau adalah tuhan
Mereka yang tak meraih cintaNya
Ghurvaa 21/05/2001
Wednesday, May 9, 2001
Ku Ingin Jiwa Menyapa
Dalam sendiri
Terlena dalam lagu
Merenungi takdir, jiwa dan waktu
Sendiri dalam syahdu
Terlena dalam kembara khayal
Menata rencana dalan aksara
***
ku ingin jiwa-jiwa menyapa
bersenda bersama
mengajakku bercanda
membawaku dalam suka
ku ingin waktu mendekat
bersimpuh dalam asa
takluk dalam kuasaku
***
dan aku harus memulai
karena menunggu bukanlah rencana
karena menunggu akan menikam masa
Hugraa 09/05/2001
Terlena dalam lagu
Merenungi takdir, jiwa dan waktu
Sendiri dalam syahdu
Terlena dalam kembara khayal
Menata rencana dalan aksara
***
ku ingin jiwa-jiwa menyapa
bersenda bersama
mengajakku bercanda
membawaku dalam suka
ku ingin waktu mendekat
bersimpuh dalam asa
takluk dalam kuasaku
***
dan aku harus memulai
karena menunggu bukanlah rencana
karena menunggu akan menikam masa
Hugraa 09/05/2001
Monday, April 30, 2001
Takkan Pernah
Jika ku tahu begitu dalamnya samudra
Takkan pernah aku berlayar
Jika ku tahu begitu luasnya angkasa
Takkan pernah aku mengudara
Jika ku tahu begitu indahnya cinta
Takkan pernah ku pergi darinya
Mh. Nasr 30/04/2001
Takkan pernah aku berlayar
Jika ku tahu begitu luasnya angkasa
Takkan pernah aku mengudara
Jika ku tahu begitu indahnya cinta
Takkan pernah ku pergi darinya
Mh. Nasr 30/04/2001
Tuesday, April 17, 2001
Bukan Aku: Sebuah Apologi Palsu
Bukan aku yang datang ke rumahmu malam itu
Mengobrak-abrik isi kamarmu
Membakar kertas kerjamu
Menendang CPU, layar dan printermu
Menghajar tubuh gagahmu
Dan membantai keluargamu
Bukan aku yang menenmbaki teman-temanmu malam itu
Hanya karena tidak sejalan
Menatap curiga di setiap langkahku
Menghalangi proyek besarku
Bukan aku yang mengusir tetangga-tetangamu
Mereka saja yang tak betah di sini
Hidup harmoni bersama
Mendengar musik kesukaanku
Menari ikuti gerqk baletku
Bukan aku yang menghancurkan gedung-gedung itu
Menjadikannya puing-puing
Menelan isinya dalam bumi
Memaksa burung walet pergi
Bukan aku yang melanggar janji itu
Hanya engkau yang tak mau mengerti d
Dan semua jadi beggini
Bukan aku yang melakukan semua itu
Bukan aku yang kau tuduh itu
Aku hanya boneka
Bergerak ke mana ia suka
New Cairo 17/04/2001
Mengobrak-abrik isi kamarmu
Membakar kertas kerjamu
Menendang CPU, layar dan printermu
Menghajar tubuh gagahmu
Dan membantai keluargamu
Bukan aku yang menenmbaki teman-temanmu malam itu
Hanya karena tidak sejalan
Menatap curiga di setiap langkahku
Menghalangi proyek besarku
Bukan aku yang mengusir tetangga-tetangamu
Mereka saja yang tak betah di sini
Hidup harmoni bersama
Mendengar musik kesukaanku
Menari ikuti gerqk baletku
Bukan aku yang menghancurkan gedung-gedung itu
Menjadikannya puing-puing
Menelan isinya dalam bumi
Memaksa burung walet pergi
Bukan aku yang melanggar janji itu
Hanya engkau yang tak mau mengerti d
Dan semua jadi beggini
Bukan aku yang melakukan semua itu
Bukan aku yang kau tuduh itu
Aku hanya boneka
Bergerak ke mana ia suka
New Cairo 17/04/2001
Tuesday, April 10, 2001
1000 Bulan
Manusia-manusia putih bersalaman
Malam-malam jadi siang
Mulut-mulut jadi cerewet bukan kepalang
Butir-butir tasbih makin cepat berputar
Ya Rabb….
Kumpulkan seribu bulanMU
Dalam ruang malamku!
Katameeya
Malam-malam jadi siang
Mulut-mulut jadi cerewet bukan kepalang
Butir-butir tasbih makin cepat berputar
Ya Rabb….
Kumpulkan seribu bulanMU
Dalam ruang malamku!
Katameeya
Tuesday, April 3, 2001
Buron
:Tommy Soeharto
Pertama kali. Kulihat wajahnya di teve. Tersenyum manis. Berjalan di samping sang bapak. Di sebuah acara peresmian pabrik tempe. Gagah kulihat. Kesan pertama begitu menggoda.
Kedua kali, ku lihat fotonya di koran. Masih tersenyum manis. Menjawab pertanyaan wartawan. Membahas mobil barunya yang dapat banyak kemudahan.
Ketiga, kulihat ia sedih. Air matanya mengintip. Berduka muka. Ibundanya meninggal: meninggalkan keluarga, meninggalkan dunia, meninggalkan negara, meninggalkan luka, meninggalkan semuanya. Aku kasihan juga…
Keempat kulihat ia kesal. Tingkahnya tak bersahabat. Ia sering marah-marah.
Ayahnya jatuh. Oh, bukan. Dijatuhkan. Dilengserkan. Ia pun sering dibincangkan. Katanya, ia pernah curi ayam tetangga. Ada-ada saja.
Kelima kupergoki ia di antara kerumunan massa. Bersama mereka melempar kaca. Membakar roda-roda. Merobohkan tiang. Membakar mobil pula. Sejak bapaknya sakit, ia ikut-ikutan sakit juga. Ia pun ikut-ikutan demo. Ia tak suka orang lain tahu urusan pribadinya, padahal semua orang sudah terlajur tahu.
Kini, aku sudah tinggal di Kairo ketika ia dicari-cari polisi. Tertuduh menyimpan sesuatu. Aku tersenyum. Kukulum. Ia jadi buron? Mana mungkin! Ini pasti sebuah lakon…
Pertama kali. Kulihat wajahnya di teve. Tersenyum manis. Berjalan di samping sang bapak. Di sebuah acara peresmian pabrik tempe. Gagah kulihat. Kesan pertama begitu menggoda.
Kedua kali, ku lihat fotonya di koran. Masih tersenyum manis. Menjawab pertanyaan wartawan. Membahas mobil barunya yang dapat banyak kemudahan.
Ketiga, kulihat ia sedih. Air matanya mengintip. Berduka muka. Ibundanya meninggal: meninggalkan keluarga, meninggalkan dunia, meninggalkan negara, meninggalkan luka, meninggalkan semuanya. Aku kasihan juga…
Keempat kulihat ia kesal. Tingkahnya tak bersahabat. Ia sering marah-marah.
Ayahnya jatuh. Oh, bukan. Dijatuhkan. Dilengserkan. Ia pun sering dibincangkan. Katanya, ia pernah curi ayam tetangga. Ada-ada saja.
Kelima kupergoki ia di antara kerumunan massa. Bersama mereka melempar kaca. Membakar roda-roda. Merobohkan tiang. Membakar mobil pula. Sejak bapaknya sakit, ia ikut-ikutan sakit juga. Ia pun ikut-ikutan demo. Ia tak suka orang lain tahu urusan pribadinya, padahal semua orang sudah terlajur tahu.
Kini, aku sudah tinggal di Kairo ketika ia dicari-cari polisi. Tertuduh menyimpan sesuatu. Aku tersenyum. Kukulum. Ia jadi buron? Mana mungkin! Ini pasti sebuah lakon…
Tuesday, March 27, 2001
Kita Belum Belajar
Enam tahun kita belajar
Waktu esde dulu
Mengenal huruf dan angka
Membaca tulisan dan makna
Mungkin hanya sebatas itu
Tiga tahun kita belajar
Ketika es-em-pe dulu
Mengenal teman dan guru
Membaca cerita dan buku
Mungkin hanya sejauh itu
Tiga tahun lagi kita belajar
Di SMA dulu
Mengenal sahabat dan karib
Membaca realita
Merenungi diri, memikat dunia
Mungkin belum sejauh itu
Sampai kini masih belajar
Entah di mana
Tak terkekang oleh ruang
Membaca fenomena
Mengenal fakta
Merangkumnya dalan tingkah dan pola
Apakah benar sedalam itu?
Ah,
Ternyata kita belum serius benar belajar……
27/03/2001
Waktu esde dulu
Mengenal huruf dan angka
Membaca tulisan dan makna
Mungkin hanya sebatas itu
Tiga tahun kita belajar
Ketika es-em-pe dulu
Mengenal teman dan guru
Membaca cerita dan buku
Mungkin hanya sejauh itu
Tiga tahun lagi kita belajar
Di SMA dulu
Mengenal sahabat dan karib
Membaca realita
Merenungi diri, memikat dunia
Mungkin belum sejauh itu
Sampai kini masih belajar
Entah di mana
Tak terkekang oleh ruang
Membaca fenomena
Mengenal fakta
Merangkumnya dalan tingkah dan pola
Apakah benar sedalam itu?
Ah,
Ternyata kita belum serius benar belajar……
27/03/2001
Thursday, March 22, 2001
Ketika Jenggot Tumbuh
Waktu itu,
Kepalamu telanjang
Rambutmu terurai
Bodimu terbungkus oblong
Bawahmu tertutup jumbrai
"Bebas….santai…..enjoy…" katamu
Dan ia belum tumbuh!
Waktu itu,
Hidupmu adalah Mekdi
Hausmu adalah pepsi
Waktumu adalah Rolex
Aromamu adalah Axe
Gerakmu adalah mode
Kerabatmu seleb
Rehatmu di real estate
Dan ia belum tumbuh!
Waktu itu,
Bajumu trendy
Bajumu funky
Tongkronganmu oke
Pacarmu oye
Dan ia belum tumbuh!
Waktu kini,
Kopiah adalah mahkotamu
Badanmu terbungkus koko
Inapmu di mushalla
Waktumu adlah dzikir
Nafasmu mushaf
Aromamu hajar aswad
Dan ia telah tumbuh!!
Cairo: xxii-iii-oi
Kepalamu telanjang
Rambutmu terurai
Bodimu terbungkus oblong
Bawahmu tertutup jumbrai
"Bebas….santai…..enjoy…" katamu
Dan ia belum tumbuh!
Waktu itu,
Hidupmu adalah Mekdi
Hausmu adalah pepsi
Waktumu adalah Rolex
Aromamu adalah Axe
Gerakmu adalah mode
Kerabatmu seleb
Rehatmu di real estate
Dan ia belum tumbuh!
Waktu itu,
Bajumu trendy
Bajumu funky
Tongkronganmu oke
Pacarmu oye
Dan ia belum tumbuh!
Waktu kini,
Kopiah adalah mahkotamu
Badanmu terbungkus koko
Inapmu di mushalla
Waktumu adlah dzikir
Nafasmu mushaf
Aromamu hajar aswad
Dan ia telah tumbuh!!
Cairo: xxii-iii-oi
Wednesday, March 21, 2001
Layang-layang Sang Bocah
Terasa lama waktu berlalu
Tertatih meniti tangga-tangga masa
Memegang erat sendi-sendi sejarah
Dan esekali telempar dalam jurang duka
Optimislah….!!
Berbisik embun di pagi hari
Menyapa rerumputan yang baru terjaga
Dari tidur panjang kekecewaan
Yang menyeretnya dalam kaca buram kehidupan
Jangan putus asa…!!
Kicau burung mengingatkan
Ketika ikan terlena di balik jerat jala
Yang membungkus harap dalam kardus kekerdilan
Membungkam suara dalam ruang gelap kebebasan
Bangkitlah..!!
Teriak sang bocah
Berlari mengejar layang-layang
Menerobos semak berduri
Berbekal ranting pohon
Berlomba dengan kawan semasa
Aku dapat…!!
Sang bocah tertawa
Dan dunia pun tertawa
Husain, ll-o/lll/I
Tertatih meniti tangga-tangga masa
Memegang erat sendi-sendi sejarah
Dan esekali telempar dalam jurang duka
Optimislah….!!
Berbisik embun di pagi hari
Menyapa rerumputan yang baru terjaga
Dari tidur panjang kekecewaan
Yang menyeretnya dalam kaca buram kehidupan
Jangan putus asa…!!
Kicau burung mengingatkan
Ketika ikan terlena di balik jerat jala
Yang membungkus harap dalam kardus kekerdilan
Membungkam suara dalam ruang gelap kebebasan
Bangkitlah..!!
Teriak sang bocah
Berlari mengejar layang-layang
Menerobos semak berduri
Berbekal ranting pohon
Berlomba dengan kawan semasa
Aku dapat…!!
Sang bocah tertawa
Dan dunia pun tertawa
Husain, ll-o/lll/I
Diriku Dalam Tuhan
Ku cari diriku dalam gelap
Yang ku dapat hanyalah pekat
Ku cari diriku dalam terang
Yang ku raih hanya silau
Ku cari diriku dalam malam
Yang ku temukan hanya kesepian
Ku cari diriku dalam siang
Yang ada hanya kebisingan
Ku cari diriku di bumi
Di lautan
Di langit
Di hujan
Di goa
Di hutan
Ku cari diriku di sela tangis-tangis manusia
Ku cari diriku di balik gelak dan tawa
Ku cari di antara suka dan duka
Ku cari diriku di mana-mana
Dan ku temukan dalam diri Tuhan!
Egypt. Xxi Maret 01
Yang ku dapat hanyalah pekat
Ku cari diriku dalam terang
Yang ku raih hanya silau
Ku cari diriku dalam malam
Yang ku temukan hanya kesepian
Ku cari diriku dalam siang
Yang ada hanya kebisingan
Ku cari diriku di bumi
Di lautan
Di langit
Di hujan
Di goa
Di hutan
Ku cari diriku di sela tangis-tangis manusia
Ku cari diriku di balik gelak dan tawa
Ku cari di antara suka dan duka
Ku cari diriku di mana-mana
Dan ku temukan dalam diri Tuhan!
Egypt. Xxi Maret 01
Tuesday, March 20, 2001
Hasrat Yang Bingung
Entah apa yang ingin ku tulis
Ketika tanganku bergerak menoreh kata
Entah apa yang ada dalam benakku
Ketika ku tulis kalimat-kalimat ini
Hanya ada hasrat,
walau aku tak tahu hakikatnya
memang ada keinginan,
tapi tak pasti apa sebenarnya
Aku sadar,
Kadang keinginan itu tanpa wujud
Ia hanyalah simbol-simbol semu,
Yang terbersit dalam maya
Bergerak dalam jiwa
Mengetuk pintu nurani
Ia hanyalah bayang-bayang nyawa
Dan manusia tak bisa hidup tanpanya
Yah….
Keinginan! Hasrat! Ambisi! Gejolak hati!
Semuanya adalah inti
Semua itu maya, tapi nyawa dan nyata
Yang membawa kaki-kaki manusia
Mau benar? Atau ingin memar?
Entah apa yang akan aku lakukan
Ketika hasrat jiwa yang berbicara
Dan raga hanyalah besi-besi tua
Yang bergerak mengikuti aliran nurani
Walau tak tahu tujuan pasti
Entah apa yang harus ku tulis selanjutnya…
Haruskah ku akhiri kata-kata ini..?
Aku malu!
Aku haru!
Karena tak bisa merubah makna
Menjadi lukisan-lukisan realita
Entah apa yang ada di benakmu…
Ketika kau baca kata-kata ini
:200301 Cairo
Ketika tanganku bergerak menoreh kata
Entah apa yang ada dalam benakku
Ketika ku tulis kalimat-kalimat ini
Hanya ada hasrat,
walau aku tak tahu hakikatnya
memang ada keinginan,
tapi tak pasti apa sebenarnya
Aku sadar,
Kadang keinginan itu tanpa wujud
Ia hanyalah simbol-simbol semu,
Yang terbersit dalam maya
Bergerak dalam jiwa
Mengetuk pintu nurani
Ia hanyalah bayang-bayang nyawa
Dan manusia tak bisa hidup tanpanya
Yah….
Keinginan! Hasrat! Ambisi! Gejolak hati!
Semuanya adalah inti
Semua itu maya, tapi nyawa dan nyata
Yang membawa kaki-kaki manusia
Mau benar? Atau ingin memar?
Entah apa yang akan aku lakukan
Ketika hasrat jiwa yang berbicara
Dan raga hanyalah besi-besi tua
Yang bergerak mengikuti aliran nurani
Walau tak tahu tujuan pasti
Entah apa yang harus ku tulis selanjutnya…
Haruskah ku akhiri kata-kata ini..?
Aku malu!
Aku haru!
Karena tak bisa merubah makna
Menjadi lukisan-lukisan realita
Entah apa yang ada di benakmu…
Ketika kau baca kata-kata ini
:200301 Cairo
Wednesday, March 7, 2001
Atas Nama Cinta
Aku inginkan engkau datang
aku harapkan engkau kembali
aku impikan engkau bersamaku di sini
Wahai…
yang dunia selalu menyapanya
yang embun selalu menetes di wajahnya
yang matahari selalu menyinari matanya
yang rembulan selalu menyelinap di bibirnya
yang hujan tak bisa menyentuhnya
Terimalah ungkapan hati terluka
terimalah kata lisan berduka
terimalah jeritan jiwa terpenjara
terimalah bahasa raga bersenda
Walau ombak menghantam karang
biar petir menyambar pualam
walau racun menusuk tulang
dan laba-laba merusak bingkai
Aku teriakkan
hanya satu kata
hanya satu makna
CINTA!
H-10 07032001
aku harapkan engkau kembali
aku impikan engkau bersamaku di sini
Wahai…
yang dunia selalu menyapanya
yang embun selalu menetes di wajahnya
yang matahari selalu menyinari matanya
yang rembulan selalu menyelinap di bibirnya
yang hujan tak bisa menyentuhnya
Terimalah ungkapan hati terluka
terimalah kata lisan berduka
terimalah jeritan jiwa terpenjara
terimalah bahasa raga bersenda
Walau ombak menghantam karang
biar petir menyambar pualam
walau racun menusuk tulang
dan laba-laba merusak bingkai
Aku teriakkan
hanya satu kata
hanya satu makna
CINTA!
H-10 07032001
Thursday, March 1, 2001
Bukan Wahyu
Apa yang menjadi kesepakatan bersama
Apa yang telah kita akui bersama
Bukanlah harga mati
Yang tak bisa dikaji lagi
Apa yang pernah kita tulis bersama
Apa yang telah kita baca bersama
Bukanlah dogma baku
Yang tak dapat diganggu
Apa yang ada dalam benak kita, dulu
Apa yang menjadi prinsip kita, yang lalu
Bukanlah wahyu
Yang harus kita gugu dan tiru
Apa yang pernah kita jalani
Apa yang pernah kita lalui
Hanyalah kenangan dan masa lalu
Sutuh, 1/3/01
Apa yang telah kita akui bersama
Bukanlah harga mati
Yang tak bisa dikaji lagi
Apa yang pernah kita tulis bersama
Apa yang telah kita baca bersama
Bukanlah dogma baku
Yang tak dapat diganggu
Apa yang ada dalam benak kita, dulu
Apa yang menjadi prinsip kita, yang lalu
Bukanlah wahyu
Yang harus kita gugu dan tiru
Apa yang pernah kita jalani
Apa yang pernah kita lalui
Hanyalah kenangan dan masa lalu
Sutuh, 1/3/01
Saturday, February 24, 2001
4U
Ada rasa tersimpan
Tapi hati terus menahan
Ada sinar yang berpijar
Tapi malam belum juga pudar
Ada seraut wajah terlukis
Tapi debu-debu sulit terkikis
Ada kamu di dalam khayal
Tapi belum singgah di genggam tangan
Cairo. 24.02.2001.
Tapi hati terus menahan
Ada sinar yang berpijar
Tapi malam belum juga pudar
Ada seraut wajah terlukis
Tapi debu-debu sulit terkikis
Ada kamu di dalam khayal
Tapi belum singgah di genggam tangan
Cairo. 24.02.2001.
Saturday, January 20, 2001
KATA-KATA YANG MEMBUNUH
Kata-kata yang kukirim bersama angin
Jangan engkau lukis dalam batu granit
Gemanya jangan kau rekam
Dalam piringan hitam
Ku mohon
Kata-kataku yang kau dengar lewat bisikan udara
Jangan pernah menembus bumi
Jangan sampai membelah air
Biarkan ia melaju bersama anak panah
Hilang dalam luas ruang hati
Kata-kataku yang kukirim lewat indramu
Bukan peluru yang membunuh
Bukan cakar yang mencabik
Bukan taring yang menggigit
Bukan pula apa-apa
Ia hanyalah padang rumput!
Dan kau tanam buah prasangka
Di dalamnya
Maafkan aku….
Karena tamanku tak berpagar
Mesir, 19012001
Jangan engkau lukis dalam batu granit
Gemanya jangan kau rekam
Dalam piringan hitam
Ku mohon
Kata-kataku yang kau dengar lewat bisikan udara
Jangan pernah menembus bumi
Jangan sampai membelah air
Biarkan ia melaju bersama anak panah
Hilang dalam luas ruang hati
Kata-kataku yang kukirim lewat indramu
Bukan peluru yang membunuh
Bukan cakar yang mencabik
Bukan taring yang menggigit
Bukan pula apa-apa
Ia hanyalah padang rumput!
Dan kau tanam buah prasangka
Di dalamnya
Maafkan aku….
Karena tamanku tak berpagar
Mesir, 19012001
Friday, January 19, 2001
Belati Wajah
Aku sumbat pori-pori tubuhku
Tak ingin udara pesonamu merasuk
Karena aku tahu
Kulitku sensitif
Aku tutup telingaku
Menangkal getar suaramu masuk
Aku sadar
Suaramu bagai halilintar
Aku pejamkan mataku
Hindari silau tatapmu
Aku paham
Engkau adalah matahari
Jangan engkau potong asaku
Dengan belati wajahmu
cairo. xix i mmi
Tak ingin udara pesonamu merasuk
Karena aku tahu
Kulitku sensitif
Aku tutup telingaku
Menangkal getar suaramu masuk
Aku sadar
Suaramu bagai halilintar
Aku pejamkan mataku
Hindari silau tatapmu
Aku paham
Engkau adalah matahari
Jangan engkau potong asaku
Dengan belati wajahmu
cairo. xix i mmi
Sunday, January 7, 2001
Relief Kerinduan
Kudengar suaramu dalam mimpi
Memanggil
Bergetar nada bicaramu
Sepotong-potong terlontar sendu
samar kutangkap arti
Serak-serak parau melukis
Irama sapa menggurat batu
Ada relief-relief kerinduan
Ada rona kepiluan
Ada cakrawala kesedihan
Kulihat jelas dan samar
Aku coba meraih puncak makna
Saat dunia memisah maya
Merenung; kenapa?
Engkau datang dalm mimpi siang-siang
Kutebar jaring-jaring tanya
Pada dingding
pada pintu
Pada meja
Pada atap
hingga lantai yang kupijak
Dan jawabnya hanya satu
Tersimpul sendiri
Dalam lembar akhir hari ini
Benarkah?
Kugantungkan tanya dalam pikir
Dan berlari mengejar ilusi
Berharap mimpi itu kembali...
Cairo, 07 Januari 2001
Memanggil
Bergetar nada bicaramu
Sepotong-potong terlontar sendu
samar kutangkap arti
Serak-serak parau melukis
Irama sapa menggurat batu
Ada relief-relief kerinduan
Ada rona kepiluan
Ada cakrawala kesedihan
Kulihat jelas dan samar
Aku coba meraih puncak makna
Saat dunia memisah maya
Merenung; kenapa?
Engkau datang dalm mimpi siang-siang
Kutebar jaring-jaring tanya
Pada dingding
pada pintu
Pada meja
Pada atap
hingga lantai yang kupijak
Dan jawabnya hanya satu
Tersimpul sendiri
Dalam lembar akhir hari ini
Benarkah?
Kugantungkan tanya dalam pikir
Dan berlari mengejar ilusi
Berharap mimpi itu kembali...
Cairo, 07 Januari 2001
Subscribe to:
Posts (Atom)